“Lebih
dari emas..
Lebih
dari permata..
Kau buatku berharga, dimata-Mu Yesus..”
“Karna salib-Mu,
kuhidup..
Karna salib-Mu,
kumenang..
Engkau yang berkuasa.. sanggup..
Tuk melakukan mujizat-Mu dihidupku..”
Dua lirik lagu rohani diatas adalah salah satu
yang aku senangi sampai saat ini..
Yang selalu menguatkan aku juga tentunya..
Mungkin banyak alasan mengapa aku
menyukainya..
Tapi secara singkat, hal itu mengungkapkan
kalau manusia itu lemah tak berdaya..
Sebenarnya manusia itu tak punya kekuatan
apa-apa dan kuasa yang besar..
Manusia memiliki keterbatasan yang sangat
banyak..
Sekalipun mereka bisa menjatuhkan dan
menguasai satu sama lain, antar penguasa atau antar pemerintah atau apalah.
Mereka tetap tidak akan bisa menghindari
kematian, ya kan?
Hal itu adalah bukti bahwa manusia sangat
terbatas, tak tahu mana garis akhir hidupnya..
Dan juga tak tahu masa depannya..
Gitu kok
masih ada yang menyombongkan dan membanggakan dirinya,
Prestasinya.
Kekayaannya. Prestisnya. Sungguh tak tahu malu ya
manusia itu.
Sebenarnya, tak ada yang bisa dibanggakan
bahkan..
Atau mungkin.. manusia itu juga bisa
dibilang.. hina..
Jikalau ada yang mengelak pernyataan ini..
hmm..
Berarti dia adalah orang yang paling suci di
dunia ini..
Setiap manusia itu hina karena keberdosaannya..
kelemahannya.. keburukannya.. perbuatannya .. dan.. hmm.. mungkin semuanya.
Bayangin aja, mikir aneh-aneh atau niat buruk
yang belum terjadi itu udah dianggap dosa..
Sangat sulit dan mustahil menurutku manusia
modern saat ini luput dari yang namanya dosa..
Bahkan di tempat ibadah setiap agamapun,
manusia juga masih berani berbuat dosa.
Haha.
Payah.
Dengan kondisi yang seperti itu, manusia ingin
mencari sesuatu yang lebih besar daripadanya..
manusia mencoba menemukan sesuatu yang tidak
terbatas dan sifatnya mutlak.
Aku mau bertanya pada kalian, yang mana yang
benar dari pernyataan ini,
Manusia menemukan agama melalui Tuhan, ataukah
manusia menemukan Tuhan melalui agama?
Hmm.. sebenarnya pertanyaan ini dapat dijawab
sekaligus tidak dapat dijawab oleh masing-masing agama didunia ini. Mengapa
demikian?
Karena setiap agama mempunyai budaya dan
konteksnya masing-masing.
Jika ada satu hal yang disakralkan dalam
sebuah agama belum tentu agama yang lain juga mensakralkan hal itu.
Misal, saya pernah melihat sebuah gambar yang
memperlihatkan sebuah ritual sebuah agama tertentu. Dalam gambar itu, terlihat
beberapa orang ibu-ibu berpakaian adat menyunggi
sebuah tempat berisi buah-buahan diatas kepalanya. Mereka membawanya dari rumah
sampai ke tempat ibadah mereka buat dipersembahkan.
Orang lain yang tidak mengerti ritual agama
tersebut mungkin akan berpandangan seperti ini,
“buat apa sih susah-susah dibawa, ditaruh
keranjang dengan cara dibawa biasa aja kan bisa, gitu kan jadi pusing kepalanya..” atau mungkin
ada yang lebih parah, “bu, minta buahnya satu dong bu, haus nih, kalau makan itu kan enak seger”
Untuk
tanggapan yang kedua jangan dicontoh, ntar kamu malahan yang dipersembahin,
bukan buahnya.
Padahal kan sebenarnya kan arti simbolik
mereka adalah, mereka ingin mempersembahkan hasil panen terbaiknya, yang telah
disucikan sebelumnya. Cara mereka membawa buah disunggi juga menyiratkan bahwa mereka begitu mengagungkan dan
menghormati persembahan mereka.
Contoh lain juga misal, tentang makanan haram
dan tidak haram, agama tertentu mengharamkan makanan tertentu, tetapi agama
yang lain tidak. Karena memang dulunya, mereka mempunyai konteks agama tersendiri
yang membuat mereka mengharamkan itu.
Atau mungkin, ini permasalahan yang lebih
real(dalam agamaku tentunya). Apakah seorang pendeta itu harus selalu memakai
jubah hitam dengan memakai toga dalam
berkhotbah? Itu juga relatif dan pragmatis karena sikon dan konteks setiap
tempat.
Tidak mungkin juga rasanya pendeta dipedalaman
harus seperti itu, atau mungkin ada beberapa pendeta yang sangat nyentrik karena budaya yang
mempengaruhinya. Saya pun pernah mendapati seorang pendeta nyentrik di Jogja, tempat kuliah sekaligus pelayanan saya. Dia
berkhotbah tetap memakai kemeja hitam khas pendeta, tetapi dengan memakai
sebuah blangkon khas Jogja dikepalanya.
Kontekstualisasi kebudayaan yang unik bukan?
Pencarian akan adanya Tuhan tersebut
seringkali mengalami kesulitan karena keterbatasan manusia itu tadi. Pada
akhirnya, orang-orang atheis akan menggoncang iman kita kaum agamawan.
Disinilah sebenarnya iman kita diuji.
Dalam pikiran dan pengalaman pribadiku, Tuhan
memperlihatkan dirinya melalui alam semesta dan kejadian-kejadian ajaib dalam
hidup manusia. Terkadang tak dapat dipungkiri bahwa ada kejadian irrasional yang tak mungkin terjadi dan
yang tak bisa manusia lakukan.
Manusia sering menyebutnya dengan kata
“Mujizat.”
Mujizat bagiku adalah sebuah anugrah yang luar
biasa.
Karena aku berpikir, dalam ketidak
berdayaanku, Tuhan masih memperdulikan aku.
Dan dengan anugerah melalui mujizat itu,
seakan-akan Tuhan telah melayakkan manusia untuk menerima semua ‘penghargaan’
itu. Sekalipun mungkin saja manusia itu akan kembali ke dosa lamanya.
Akupun bersyukur, Tuhan telah melayakkan aku
melalui Tuhan Yesus Kristus, sosok yang menjadi anugrah terbesar dalam hidupku.
Tuhan membuat hidupku semakin berwarna. Tuhan
bahkan membuat kenyamanan dalam
kesedihan dan kesesakanku.
Tuhan juga membuat imanku terjaga karena
perbuatan-perbuatan mujizat-Nya.
Tuhan sangat percaya pada kita ketika kita
juga mempercayai-Nya.
Mungkin banyak pertanyaan kita tentang sosok
Tuhan.
Tapi inilah Tuhan dalam kekudusan-Nya,
sehingga ‘dosa’ tak dapat melihat-Nya sedikitpun.
Tuhan ada dalam setiap hati kita yang
mempercayai-Nya.
Tuhan ada ketika kita mengalaminya, dan Tuhan
terpikirkan ketika tidak terpikirkan…….
"Engkau yang berkuasa.. sanggup..
BalasHapusTuk melakukan mujizat-Mu dihidupku..”
like this mas ..:)
lagu itu sangat memberkati ..